Capres, Bodo Amat, dan Masalah HAM
Beberapa bulan kedepan, kita akan menyongsong sebuah pesta demokrasi akbar. Pemilihan anggota legislatif dan juga pemilihan presiden. Namun, disini saya ingin berkomentar mengenai pemilihan presiden yang hanya diikuti oleh 2 kandidat yang jelas mereka merupakan putra terbaik bangsa.
Tapi, ada satu hal yang membuat saya mempertanyakan kualitas kepemimpinan mereka kelak ketika menjadi pemimpin negeri ini. Sebagai seorang petahana, bapak Jokowi memang sudah memberikan bukti kerja kerasnya yang semua boleh berasumsi gagal atau pun sukses. Kemudian pak Prabowo, yang dalam pilpres ini merupakan ajang kesekian beliau dalam meraih kursi menjadi pemimpin negeri. Beliau memang punya karier militer yang mentereng, ya terlepas dari beragam argumen yang mengatakan beliau terlibat dalam beragam kasus di penghujung era orde baru.
Yang ingin saya garis bawahi adalah menyoal masalah kemanusiaan atau hak asasi manusia. Mengapa saya tertarik dalam hal ini. Sebagai seorang pemimpin, jelas berlalu adil merupakan salah satu kewajiban dan harga mati baginya. Hal tersebut wajib dilakukan disegala aspek, banyak cerita khususnya dalam agama islam yang memberikan cerita tentang pemimpin adil dan disegani rakyat. Termasuk dalam bidang hak asasi manusia. Pemimpin Indonesia wajib untuk menyelesaikan masalah HAM yang sebenarnya stagnan dalam proses penyelesaiannya. Bila kita mengungkit kasus HAM, di rezim Presiden Jokowi saja yang berjanji mengungkap kasus Munir, kasus Novel Baswedan, dan segelintir kasus lainnya ternyata menguap begitu saja. Nyaris, minim tindakan dilakukan oleh sang pemimpin. Tak ayal, masyarakat bersuara keras terhadap penyelesaian kasus tersebut.
Belum lagi akhir-akhir ini, pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Hal tersebut sangat menciderai semangat persatuan yang sudah dibangun, terutama oleh masyarakat Bali yang menjadi korban bom pada medio 2000-an. Ba'asyir sudah dikenal sebagai gembong teroris sejak zaman orde baru (dibuktikan dengan adanya foto beliau dalam sidang di Solo mengenai kasus terorisme) dan para santri dari pesantren yang didik beliau pun banyak menghasilkan santri yang tidak sesuai nilai keislaman yang rahmatan Lil alamin. Hal ini dibuktikan dengan kasus bom Bali yang merupakan anak didik dari beliau.
Kemudian yang terbaru adalah pemberian grasi kepada I Nyoman Susrama yang merupakan dalang pembunuhan terhadap anggota pers Narendra Prabangsa. Hal tersebut jelas mengecewakan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Tapi, bagaimana dengan lawan politiknya yaitu pak Prabowo Subianto? Jelas, Prabowo merupakan salah satu orang yang berpartisipasi dalam mengamankan demo di akhir rezim orde baru. Bayang-bayang kejahatan HAM yang dilakukan karena kasus penculikan dan pembunuhan mahasiswa tentunya bakal terus diingat oleh masyarakat. Apalagi beliau ketika itu memimpin pasukannya dalam mengamankan demonstrasi yang terjadi. Meskipun dalam faktanya keterlibatan beliau dalam kasus HAM masih belum bisa dibuktikan lebih lanjut. Dan beliau belum tentu terlibat dalam kejadian HAM tersebut.
Tapi, jelasnya. Keterlibatan para manusia yang bermasalah dalam HAM masih melingkari jajaran dua calon pemimpin bangsa ini. Sehingga dalam penegakan kasus HAM bakal menemui kesulitan. Sampai orang yang bermasalah hilang dalam lingkaran kedua calon presiden.
Untuk itu menyoal masalah HAM, tentu masih ditunggu sikap para calon pemimpin Indonesia ini. Sebab, kejahatan kemanusiaan merupakan tindakan keji. Perlu dilakukan tindakan tegas, supaya manusia Indonesia bisa hidup secara merdeka dan menikmati kehidupan yang berdasarkan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa tanpa khawatir akan haknya hilang ditangan manusia lain.
No comments: