Fenomena Media Baru
Sumber: www.etrafficwebmarketing.com.au |
Kehadiran new media atau media baru dalam era ini telah mengubah berbagai aspek kehidupan. Koran yang biasanya menemani para orang tua di pagi hari, anak yang menonton tayangan televisi favoritnya di minggu pagi serta siaran musik radio yang menjadi teman penghantar tidur. Beberapa contoh dari aktivitas tersebut lambat laun ditinggalkan dan terlupakan karena hadirnya saluran media baru.
Definisi media baru menurut ahli komunikasi McQuail adalah tempat dimana seluruh pesan komunikasi terdesentralisasi; terjadi distribusi pesan lewat satelit sehingga meningkatkan penggunaan jaringan kabel dan komputer, dan meningkatkan keterlibatan audiens dalam proses komunikasi. Sedangkan Profesor dan ahli teori media baru, Lev Manovich menggambarkan media baru sebagai media yang mengandalkan komputer untuk distribusi: situs web, antarmuka manusia-komputer, dunia virtual, realitas virtual, multimedia, permainan komputer, animasi komputer, video digital, efek khusus di bioskop dan instalasi komputer interaktif. Dari beberapa definisi tokoh tersebut dapat dimengerti bahwa media baru adalah sebuah sarana komunikasi terkini yang menjadikan audiens terlibat lebih intens dalam penggunaannya serta terjadi perubahan teknologi analog menjadi teknologi digital.
Jauh sebelum era sekarang kita mengenal berbagai media seperti televisi, radio, telepon rumah, koran dan sebagainya. Akan tetapi saat ini media baru telah menguasai mayoritas dari aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh seluruh masyarakat dunia menggantikan media lama. Contoh dari media baru yaitu web, blog, media sosial, forum daring, dan lain-lain. Saat ini, kita melihat banyak orang lebih senang melihat berita melalui gawai ketimbang harus membeli koran, memilih mengonsumsi hiburan melalui laptop mereka untuk menonton film ketimbang menonton lewat televisi, banyak hal lainnya juga yang tergantikan oleh kehadiran media baru saat ini.
Mengenai media sosial, menurut penelitian We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, pada tahun 2018 orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sekitar tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Penggunaan waktu berjam-jam tersebut tentu berdampak sekali terhadap kehidupan masyarakat. Dengan alokasi penggunaan berdasakan data We Are Social, apakah masyarakat sudah menggunakan media tersebut dengan bijak? Melihat tingkat literasi negara yang rendah tentu sangat riskan apabila dalam penggunaannya masyarakat tidak memiliki kemampuan dalam bermedia. Kemungkinan dengan konsumsi media tersebut menyebabkan banyak hal yang bersifat negatif, seperti penyebaran berita hoaks, penipuan, ujaran kebencian, dan lain sebagainya.
Lantas bagaimana langkah yang harus dilakukan dalam menyikapi kehadiran media baru ini? Dalam analisis yang saya lakukan ada beberapa hal yang dapat dilakukan guna meminimalisir dampak negatif dari penggunaan media baru terkhusus bagi diri sendiri, diantaranya:
Meningkatkan Aktivitas Literasi
Literasi memiliki peranan penting supaya menjadikan media sosial sebgai tempat yang menyenangkan. Dengan memperbanyak literasi atau membaca, baik mengenai keuangan, kewarganegaraan, pengetahuan sampai media dianggap mampu menjadikan individu lebih rasional dalam bertindak. Termasuk menghadapi media baru yang salah satu karakteristiknya adalah interaktif, dimana semua orang bisa menyatakan maupun membalas pendapat sehingga dengan kemampuan literasi kita akan menjadi manusia merdeka dan tidak akan terombang ambing terkena dampak negatif dari media baru.
Mengonsumsi Media Secara Wajar
Saat ini, kebanyakan dari kita ketika bangun tidur pasti terbiasa mencari gawai pertama kali, entah itu untuk melihat jam atau melihat notifikasi dari media sosial kita. Hal tersebut membuktikan bahwa media baru mempunyai dampak yang sangat luar biasa bagi kehidupan seseorang. Disisi lain, jika meninjau aspek psikologi penggunaan media termasuk gawai juga kurang baik bagi kesehatan. Menurut psikolog anak dan keluarga, Ajeng Raviando, jika kita memiliki anak atau adik yang berumur 0-2 tahun seharusnya tidak dikenalkan dulu pada gawai. Ada sinar biru dari layar gawai yang berbahaya bagi perkembangan otak mereka. Sementara itu, untuk anak usia 2-6 tahun, penggunaan gawai hanya diperbolehkan maksimal 1 jam. Untuk anak usia di atas 6 tahun, penggunaan gawai hanya boleh 2 jam maksimal per hari. Memang untuk kalangan yang sudah memasuki usia sekolah atau kerja tingkat konsumsi akan lebih banyak. Akan tetapi perlu juga mengonsumsi secara wajar sehingga tidak banyak hal yang kita korbankan dalam bermedia.
Bertukar Pikiran Dengan Teman Beragam Profesi
Kehadiran beragam manusia di samping kita tentu patut untuk disyukuri. Dalam era media baru kita harus sering bertukar pikiran, saling bercerita tentang kejadian atau fenomena terkini sehingga mampu menambah wawasan media baru membawa kita kepada ketidakpastian, sehingga apapun kesulitan yang dialami ketika mengkonsumsi media baru bisa diobrolkan dengan teman lainnya sehingga kita mendapat pencerahan tentang bagaimana harus bersikap dalam menghadapi era media baru ini.
Oleh karena itu, media baru hadir dan membawa perubahan yang sangat drastis bagi kehidupan manusia. Diperlukan berbagai upaya guna menjadikan media baru sebagai media yang benar-benar bisa dimanfaatkan secara baik dan meminimalisir dampak negatif yang hadir dalam media tersebut. Kegiatan literasi dan lainnya memegang peran penting sebagai upaya menghadapi era media baru yang menjadikan banyak manusia terombang-ambing di dalamnya.
No comments: