Rasakan
“Kenapa baru sekarang sih? Mentang-mentang mau pilpres!”,
“Dapat bayaran berapa, bu?”
“Udah sih bu, move on, ikhlaskan aja.”
Respon dalam video Peringatan Kamisan ke-17 di sebuah platform media sosial terlihat sangat menjengkelkan, terlebih melihat sosok bu Sumarsih yang sudah berdiri menghadiri aksi Kamisan selama puluhan tahun.
Keadilan untuk putranya, Wawan. Tiada kunjung didapatkan. Seorang ibu, yang mengandung, melahirkan, menjaga sepenuh cinta anaknya sampai bangku kuliah. Ditinggal sang anak yang izin pergi berkuliah ke kampus, namun sampai saat ini malah tidak kunjung pulang ke rumah.
Kita memang tidak akan pernah tau, apa rasanya kehilangan. Sampai kehilangan itu mendatangi diri kita. Kita dengan enteng berkata dan bersikap seolah kehilangan merupakan sebuah hal yang mudah dicari obatnya.
Padahal, dalam kejadian bu Sumarsih ini, kehilangan Wawan tidak sesederhana itu. Anaknya diculik, dibunuh, tapi tak diberitahukan ada dimana jasadnya. Keadilan belum terungkap, pelakunya masih berkeliaran di dalam lingkaran kekuasaan. Bagaimana hendak mengikhlaskan?
Dukungan seharusnya mengalir. Terus, semakin besar sampai semua masalah ini ditemukan muaranya. Namun, semua terasa terjal bahkan seolah tak mungkin didapatkan.
Sulit bagi masyarakat kita tuk sekedar belajar empati dan memahami sebuah perasaan. Mana yang bisa jadi dibenci, malah dilakukan. Mana yang dipercaya malah mengkhianati. Mana yang dicinta malah menusuknya.
Mungkin kita semua harus merasakan. Merasakan semua sakitnya kehilangan. Merasakan sulitnya bangkit dari perangkap sedih bernama kehilangan. Merasakan sulitnya tegar dan tabah dalam segala situasinya. Rasakan saja. Semoga kamu tidak mengalaminya.
No comments: