Menyongsong Hari Baru di Masa New Normal

Sumber: kapanlagi.com
Virus Corona atau dalam sebutan ilmiah dikenal dengan Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)/ COVID-19 merupakan sebuah virus bisa dengan mudah menyerang makhluk hidup terutama manusia. Menurut Rubino, dkk (2020) COVID-19 merupakan virus yang berbahaya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit komplikasi sehingga sangat berpotensi menimbulkan kematian. Selain itu, COVID-19 ini sangat rawan untuk mereka yang sudah berusia sepuh sebab di usia tersebut imunitas sudah sangat lemah dan kebanyakan memiliki penyakit komplikasi.
Pasca merebaknya virus tersebut, tidak terasa saat ini sudah memasuki bulan ketiga sejak diumumkannya kasus positif pertama di Indonesia. Semua masih tampak gelap, hingga kini vaksin atau obat dari virus yang berasal dari Tiongkok belum ditemukan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, per tanggal 8 Juli 2020 jumlah korban positif COVID-19 mencapai angka 68.079 jiwa. Angka tersebut sangat tinggi dan masih dikatakan meningkat jika dilihat berdasarkan grafiknya di Indonesia. Fakta lain bahwa, kurva kasus positif belum juga melandai dalam beberapa waktu ini di Indonesia.
Sembari menunggu penurunan jumlah kasus positif dan penemuan vaksin, apakah kehidupan harus berhenti sampai sini saja? Haruskah roda perekonomian, pendidikan dan lainnya terhenti selama waktu itu? Tentu saja tidak. Disetiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Semua aspek kehidupan harus kembali berjalan, namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, jangan sampai kesehatan atau nyawa manusia tidak diprioritaskan. Saat ini kita harus bersiap menyongsong sebuah hari baru yang dinamakan new normal atau dalam bahasa Indonesia disebut Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Menurut Rhodes, dkk (2010) new normal merupakan sebuah mindset baru yang terjadi dalam kehidupan dan memiliki prospek beberapa tahun ke depan. New normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dapat didefinisikan sebagai skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek kesehatan dan sosial ekonomi (Tirto, 26/05/2020). Adaptasi Kebiasaan Baru merupakan salah satu jalan menekan angka penyebaran virus dengan protokoler yang ketat namun dibarengi aktivitas baik di bidang sosial maupun ekonomi sehingga tidak mematikan banyak aspek kehidupan. Namun, perlu digaris bawahi bahwa penerapan adaptasi ini tentu tidak semudah yang dibayangkan. Ada kriteria khusus yang harus didapat oleh sebuah negara apabila ingin menjalani Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). 



Penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) bisa menjadi mimpi buruk apabila dilaksanakan tanpa sebuah kesiapan dari seluruh komponen bangsa baik pemerintahan maupun sipil. Dilansir dari Kompas (30/05/2020), menurut WHO (World Health Organization) sebagai induk kesehatan dunia, ada tiga indikator penting dari sebelas indikator apabila sebuah wilayah ingin melaksanakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal sampai ditemukannya vaksin.
Pertama, penurunan jumlah kasus positif selama dua minggu sejak puncak terakhir (target lebih dari 50 persen). Apabila di sebuah wilayah bisa menekan jumlah positif selama dua minggu dengan persentasi lebih dari 50 persen maka daerah tersebut diperbolehkan untuk membuka wilayahnya secara bertahap guna kembali menyusun keberlangsungan hidup, namun dengan syarat berupa protokoler kesehatan yang ketat supaya tidak menimbulkan sebuah klaster baru dalam penyebaran virus ini.
Kedua, penurunan jumlah kasus probable selama dua minggu sejak puncak terakhir (target lebih dari 50 persen). Kasus probable merupakan sebuah keadaan dimana ada pasien yang sudah memasuki tahapan lanjutan dari suspect. Dalam tahapan virus COVID-19 ini memang ada beberapa tahapan seperti people under observation atau orang dalam pemantauan, suspect atau orang dalam pengawasan, probable, dan terakhir confirm yang berarti dia sudah menjadi korban atau kasus baru dalam virus ini.
Ketiga, penurunan jumlah meninggal dari kasus positif. Kasus kematian dari korban yang sudah positif COVID-19 pun wajib mengalami penurunan jika ingin melaksanakan adaptasi baru. Sebuah wilayah bisa dikategorikan baik dan bisa menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) apabila memberikan akses dan pelayanan kesehatan yang baik sehingga menekan angka kematian korban COVID-19. Poin ini merupakan salah satu poin penting dari beberapa indikator yang diberikan oleh WHO.
Tiga indikator di atas merupakan sebuah kemutlakan apabila sebuah wilayah ingin melaksanakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Memang berat dalam melaksanakan semua hal ini, dengan resiko yang sangat besar seluruh elemen bangsa mulai dari pemerintahan sampai masyarakat harus bergotong royong supaya menyukseskan adaptasi ini.
Sehubungan dengan itu, beberapa aturan mengenai Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pun saat ini sudah disiapkan oleh para pemangku kebijakan di Indonesia. Mulai dari bidang moda transportasi, industri, sampai pendidikan. Besar harapan supaya aturan yang nanti dikeluarkan ditaati oleh seluruh masyarakat demi menghindari dampak buruk dari dimulainya Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Secara garis besar dalam Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ada beberapa hal yang wajib diperhatikan masyarakat dalam beraktivitas. Pembatasan fisik atau physical distancing, penggunaan alat seperti masker, pengecekan suhu tubuh, serta membawa hand sanitizer menjadi kunci utama kesuksesan dalam kehidupan baru ini.
Semua hal memang masih terasa terbatas di era saat ini. Semua orang merindukan aktivitas seperti biasanya. Namun, dunia sudah berubah dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini, kita dituntut untuk senantiasa menjaga kedisiplinan, kebersihan, dan kesehatan. Berjalannya waktu memang tidak bisa diulang kembali. Kesabaran kita dalam menghadapi pandemi ini harus semakin besar. Tiada ada sebuah kesulitan yang tidak berujung. Mari mulai menyongsong hari baru di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) serta saling jaga satu sama lainnya di masa sulit ini.

Daftar Pustaka

Jurnal:
Rhodes, dkk. 2010. The New Normal Requires A New Mindset. Ivey Business Journal.
Rubino, dkk. 2020. Diabetes and Covid-19. The New England Journal Of Medicine.
Internet:
Covid19.kemkes.go.id/info-corona-virus.  Diakses pada 8 Juli 2020.
Kompas.com/sains/read/2020/05/30/170200223/jelang-new-normal-psbb dilonggarkan-apa-saja-indikator-penerapannya. Diakses pada 5 Juli 2020.
Tirto.id/arti-new-normal-indonesia-tatanan-baru-beradaptasi-dengan-covid-19-fDB3. Diakses pada 5 Juli 2020.




No comments:

Powered by Blogger.